Ulasan "Untuk Apa/Untuk Apa?" by Maulidina Rahma

 

Mengulas Lagu Hindia Yang Berjudul “Untuk Apa/Untuk Apa?”

By Maulidina Rahma

 

 

Identifikasi Karya

Judul               : Untuk Apa/Untuk Apa?

Album             : Menari Dengan Bayangan

Artis                : Hindia

Tahun Rilis      : 2019

 

Orientasi Karya

“Untuk Apa/Untuk Apa?” adalah salah satu lagu dari album Hindia yang berjudul “Menari Dengan Bayangan” yang memiliki genre pop indie. Lagu ini memiliki durasi yang bisa dibilang cukup lama yaitu 6 menit 18 detik. Lagu ini menggunakan bahasa yang unik dan perumpamaan-perumpamaan dalam kesusastraan yang dapat ditafsirkan dari banyak sudut pandang yang berbeda. Suasana yang diusung dalam lagu ini yaitu santai dan fleksibel. Dengan irama yang tergolong santai, lagu ini dapat didengarkan pada banyak situasi dan kondisi hati.

 

Sinopsis Karya

Judul yang diangkat yaitu “Untuk Apa/Untuk Apa?” yang menggambarkan dua kondisi keadaan sang penulis, yang pertama adalah suasana marah dan putus asa kepada hidup yang telah dijalaninya dan kondisi kedua adalah suasana bimbang dan mempertanyakan apakah dengan ia putus asa menjadi sesuatu hal yang tepat atau tidak. Lirik lengkap dari lagu ini sebagai berikut.


And it wasn't social intelligence
It wasn't good looks, physical health
And it wasn't IQ
It was grit

Rumah ini dahulu sederhana
Ruang demi ruang dibangun bersama
Angan-angan yang dulu mimpi belaka
Kita gapai segala yang tak disangka

Tak sadar menimbun yang lebih berharga
Berdiri di atas yang lebih bermakna
Anak tangga yang berlebihan jumlahnya
Mendaki terus entah mau ke mana?

Dan kau selalu bertanya, untuk apa?
Mengelak, kerap kutemukan jawabnya
Medusa dan semakin keras kepala
Seakan hidup hanya untuk bekerja

Mengejar mimpi sampai tak punya rasa
Mengejar mimpi sampai lupa keluarga
Mengejar mimpi lupa dunia nyata
Mengejar mimpi tapi tidak bersama

Padahal katanya uang takkan kemana
Jika memang rezeki ya 'kan ditransfer juga
Namun dikejar terus seakan satwa langka
Di prosesnya melintah lupa jadi manusia

Melihat Hawa jadi panas lupa cuaca
Tertiup angin buah jatuh digigit juga
Seakan perlu banyak seperti Dewa Siwa
Padahal manusia hanya bertangan dua

Kasur yang luas tapi bangun sendiri
Mobil baru mengkilap tanpa penumpang di kiri
Banyak sepatu minim privasi susah pergi
PS4, nintendo switch tanpa player dua

Dan dahulu kau bertanya, untuk apa?
Lalu kuperhatikan ini semua
Barang mahal yang tidak ada harganya
Dan sekarang, ku bertanya untuk apa?

Terlepas apa yang engkau percayai
Tetap takkan ada yang dibawa mati
Kembali ke tanah dan tumbuh cemara
Mana saja harta yang lebih berharga

Terlepas apa yang engkau percayai
Tetap takkan ada yang dibawa mati
Kembali ke tanah dan tumbuh cemara
Mana saja harta yang lebih berharga

Terlepas apa yang engkau percayai
Tetap takkan ada yang dibawa mati
Menimbun surga yang tak bisa dibagi
Akhirnya pun wafat sendiri-sendiri

Mengangkat ikat rambutmu yang tertinggal
Di lengan kiri mobilku, terakhir kita menonton
Jariku tak juga kuat, sungguh janggal
Lebih berat dari seribu ton

Satu dari ribuan hal kecil
Yang sekarang menjadi terampil
Menggosok garam di atas luka
Dulu tak ada apa-apanya

Rute pagi yang dahulu ceria
Menu favorit kini hambar rasanya
Foto yang tak berani dilirik mata
Kontak sekarang jadi sebatas nama

Masing-masing selamat dan bercerita
Namun tidak lagi miliki bersama
Cepat namun sendiri, untuk apa?
Bersama tapi meracuni, untuk apa?

Cepat namun sendiri, untuk apa?
Bersama tapi meracuni, untuk apa?
Cepat namun sendiri, untuk apa?
Bersama tapi meracuni, untuk apa?

 

Analisis Karya

Berawal dengan kondisi dua manusia yang saling belajar memberi arti dalam hidup untuk saling mengasihi, membangun kondisi yang disebut sebagai rumah analogi dari perasaan aman dan nyaman dari dua manusia tadi adalah representatif dari lirik,

Rumah ini dahulu sederhana
Ruang demi ruang dibangun bersama
Angan-angan yang dulu mimpi belaka
Kita gapai segala yang tak disangka

Hidup adalah berusaha untuk selalu menjadi lebih baik, jika tidak maka lebih baik tidak hidup. Itu adalah prinsip yang saya temukan setelah mendengarkan lagu ini. Saya sering mempertanyakan kenapa saya hadir di dunia yang begitu rusak sekarang ini. Dengan segala krisis moral, iklim, dan etika pada manusianya apakah kita ikut menyumbang kerusakan itu? Tidak, kehadiran kita bergantung dengan apa yang ingin kalian sumbang, kerusakan atau penetral kerusakan tadi. Baik atau buruk hanyalah perspektif manusia yang distandarisasi oleh aturan tertulis dan tidak tertulis, namun hakikatnya kembali kepada individu itu sendiri. Namun, dengan semua pilihan kalian, menjadi perusak atau penetral, semuanya akan butuh yang namanya berusaha. Dan minusnya, manusia kurang mengerti arti cukup dalam berusaha. Ia selalu ingin menjadi lebih dan lebih, sampai ia lupa menghargai apa yang sudah mereka miliki. Keluarga, cinta, bahkan diri mereka sendiri. Hal tersebut adalah perspektif dari lirik,

Mengejar mimpi sampai tak punya rasa
Mengejar mimpi sampai lupa keluarga
Mengejar mimpi lupa dunia nyata
Mengejar mimpi tapi tidak bersama

Kehilangan apa yang sudah kita miliki adalah resiko dari usaha yang tidak pernah tau cara berhenti. Bersyukur menjadi hal yang penting untuk menghargai semua yang sudah dan sedang bersama kita. Namun kita harus ingat, semua memiliki perasaan mereka sendiri dan mereka tetap memiliki hak untuk pergi. Lalu apakah hal tersebut benar? Apakah membiarkan mereka pergi adalah suatu hal yang tepat? Ambisi yang kau usahakan telah kau dapatkan tapi menghilangkan sesuatu hal berharga dari hidupmu. Kepuasan apa yang kita dapatkan? Kepuasan atau perasaan bersalah? Lalu untuk apa kita mengusahakan sesuatu hal sebagai tujuan menjadi hidup lebih baik jika kita tidak menjadi lebih baik karena kehilangan mereka yang kita sayang. Adalah representatif dari lirik,

Masing-masing selamat dan bercerita
Namun tidak lagi miliki bersama
Cepat namun sendiri, untuk apa?
Bersama tapi meracuni, untuk apa?

 

Evaluasi Karya

Kelebihan dari lagu ini dari seseorang yang melihat lagu dari liriknya adalah sebuah hal yang sangat indah. Susunan kata yang ada sangat menarik dan tidak bosan untuk didengar. Diksi dan perumpamaan yang digunakan juga masih segar. Segar yang dimaksud yaitu memodifikasikan perumpamaan lama dengan kondisi yang sekarang, seperti lirik berikut.

Padahal katanya uang takkan kemana
Jika memang rezeki ya 'kan ditransfer juga

Perumpamaan lama yaitu rezeki tidak akan kemana, jika memang untuk kita akan datang kepada kita. Hindia memodifikasi perumpamaan tersebut dengan analogi uang dan transfer yang disesuaikan dengan zaman sekarang.

Kekurangan dari lagu ini terletak pada durasinya. Tidak semua orang tahan untuk mendengarkan lagu dalam durasi yang cukup lama dengan lirik yang minim sekali repetisi. Terutama untuk orang-orang yang mendengarkan lagu dari iramanya. Menurut saya akan dengan mudah untuk meng skip lagu ini karena alasan irama yang monoton dan lirik yang sangat homogen.

 

Rekomendasi

Lagu ini direkomendasikan untuk manusia yang berumur 17+ karena beberapa lirik menggambarkan keputus asaan dan keinginan untuk mengakhiri hidup yang tidak baik untuk didengarkan bagi anak-anak. 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengulas Album Kedua Hindia Yang Berjudul “Lagipula Hidup Akan Berakhir”

"Aku Xandra" by Aksarahara